Kamis, 22 Desember 2011

The Winter Wind's Song part 1


“Hhh~ udaranya dingin sekali~!”

Pemuda itu mempercepat langkah kakinya dan menutupi sebagian mukanya dengan syal biru yang tebalut di lehernya. Hiroshi Akira, ya, sebut saja seperti itu. Seorang pemuda yang hidup bersama kenangan menyakitkan membuatnya membenci musim salju. Sejak kecil dia terheran-heran, mengapa orang-orang di sekitarnya selalu menyambut musim yang dingin ini dengan bahagia? Apakah karena ada tanggal 25 Desember? Atau karena mereka memang menyukai dingin? Aaahh~~ itu sungguh memusingkan. Memang, apa bagusnya kita menggigil seperti ini? Ini hanya akan menyiksa tubuh kita.
Tanpa sadar setelah bepikir terlalu keras ia sudah berada di depan pintu rumahnya.

“oh? surat kaleng lagi?”

Dengan segera ia membuka surat itu dan mulai membacanya.

                ‘Gelap ini kau tatap rembulan

                Sinar malam, dinginnya musim

                Menyatu tanpa perjanjian

                Sulitkah kau meraih angin?’

Puisi itu berakhir dengan sebuah pertanyaan yang selalu tak bisa kujawab. Siapa sebenarnya orang ini? Mengapa dia selalu mengirimkan surat kaleng ini untukku?
Tanpa berpikir terlalu panjang lagi Akira memasuki rumahnya. Dia tidak ingin badannya benasib sama dengan ikan-ikan di pelabuhan.

“hhhh diluar benar-benar dingin, tadaimaa!”

Meskipun tidak ada orang dirumah, dia selalu mengucapkannya saat pulang kerumah. Akira hidup sendiri  di Jepang, orang tuanya bekerja di Amerika. Dia menolak untuk tinggal bersama keluarganya di Amerika, tapi dia tidak pernah merasa sendiri di dalam ruangan itu, gitar, adalah teman hidup baginya. Saat di merasa kesepian gitar selalu ada untuk menemaninya, saat ia merasa sedih selalu ada gitar yang menghiburnya, dan saat ia marah gitar-lah yang dapat menenangkan jiwanya.

Gitar itu adalah gitar pemberian kakeknya yang kini telah bahagia di alam-Nya. Kakeknya pernah berkata padanya, “gunakan alat musik ini sebagai teman hidupmu, buatlah orang-orang di sekitarmu bahagia saat mendengarnya”  itulah kata-kata yang selalu ia ingat, kata-kata yang mengubah dirinya menjadi seperti ini. Tanpa terasa air mata mengalir di pipinya, ia merasa rindu akan kakeknya yang selalu meghiburnya saat ia kecil.

Gitar itupun kini telah bersinggah di atas kedua kakinya yang bersila. Sebuah lagu ia lantunkan, Depapepe – Arigatou, lagu tanpa lirik yang selalu berhasil meredakan rasa rindunya untuk kakek. Perlahan namun pasti, jari-jari manis itu berjalan di atas benang-benang besi tak berkarat, seolah ia tau kemana akan menuju. Lagu ini, begitu pilu saat mendengarkannya. Ia masih ingat dengan jelas saat ia berumur 8 tahun, kakeknya melantunkan lagu ini di depannya. Rasanya, hari itu baru saja terjadi kemarin. Tanpa sadar ia mengucapkan kalimat ini untuk yang kesekian kalinya,

“gomenasai, ho..n..tou ni.. gomena..sai…”

Ia terisak saat mengucapkannya.

“Kakek maafkan aku”

Ia menghentikan permainannya dan mulai menangis kembali.

****

Krrrrrrrriiiiinnnnnnggggggggg~~~~~!!!!!

Tangan manis itu mencari-cari dimana bunyi itu berasal tanpa membuka mata sedikitpun. Matanya terasa berat. Tangan itu pun tidak berhasil menemukannya dan berhasil membuatnya terbangun dari tidurnya, ia sungguh berharap hari ini adalah hari minggu, sehingga tak ada yang bisa mengganggu tidurnya.
Matanya langsung membelalak lebar saat ia melihat jarum jam beker yang berada di tangannya.

“HHAAHHH??!! Jam 9!
Astaga aku terlambat lagi”

Dengan langkah cepat ia mencuci muka dan menggosok giginya, bergegas mengganti baju lalu berlari menuju stasiun. Kemudian, BRAAAAKKKK~~!!

“KYAAA~ itai~!”

“awww..”

Tak sengaja ia menabrak seorang gadis yang berjalan di depannya. Keduanya menjerit kesakitan.

 “gomenasai,  aku sedang terburu-buru”

Sambil membungkukkan badan

“mou ichido, hontou ni gomenasai~~!”

Sekali lagi membungkukkan badan.

“daijoubu, aku tidak apa-apa, hanya sedikit terkejut saja.”

Dan saat itulah kedua mata mereka bertemu.

Wajahnya yang tidak asing, namun ia tidak menemukan jawaban siapa dia? Apakah ia mengenalnya?
Ia tampak sangat manis, rambut hitam yang tertiup angin, matanya , tidak terlihat seperti kebanyakan orang Jepang pada umumnya, bulat dan berwarna coklat. Tanpa sadar Akira menyebutkan namanya,

“Hiroshi Akira desu.”

Gadis itu hanya membalas dengan senyuman, membungkukkan badan, lalu pergi.



tsuzduku~

tadaimaa: aku pulang
gomenasai, ho..n..tou ni.. gomena..sai…: maaf, aku sungguh minta maaf
KYAAA~ itai~!: auwww, sakit~!
gomenasai: maaf
mou ichido, hontou ni gomenasai~~!: sekali lagi aku minta maaf
daijoubu: tidak apa-apa



hehehe cuman sampe disini dulu,
ini tulisan pertamaku loh..
jadi mohon maaf kalau tulisannya jelek dan bahasanya rumit 
untuk para senior mohon kritik dan sarannya yaa? >/\<
arigatou gozaimashita~ ^^
m(_ _)m

Jumat, 23 September 2011

Yatta! My second blog \(^o^)/

yokatta ne~! akhirnya aku bikin blog lagi untuk yang kedua kalinya. hehehe ^^v
Sebenernya aku bukan tipe orang yang suka nulis sesuatu yang bisa dibaca orang, tapi yaahh buat selingan hidup dari pada boring *lhoo??* dan wasting time, nulis aja deh.

sekian sapaan kedua saya.
saya akhiri, Wassalamu'alaikum wr. wb.

jyaaa~~ :D